Halaman

Kamis, 22 November 2012

Puisi


“DONGENG CINTA”
Aku selalu menyimpan bulir air mata
demi membayar cinta yang tak pernah lunas
demi sudut taman eden
Nun sepanjang tarikan nafas
Ditiap tarian, kutadah peluh menunggu buntat
demi sesaji kebaktian
tanpa piala
tanpa lencana
Inilah dongen air mata
kutulis dengan menggadai rindu dan perih
bersanding syahdu di pelaminan
Inilah dongen cinta
mencanda duka dan luka
dibalik persembunyian sempurna
——–
Siwoer Agts.09
“KELEBAT ELANG LAUT”
Aku denagr suara paraumu
Elang laut membaca gemuruh
Dari kedalaman samudra itu
Seperti sepatu para serdadu
Membangkitkan kenangan itu
Beratus ribu kenangan itu
Teladan yang menguap
Dalam sekejap waktu
Kelpak sayapmu bercerita
Tentang angin luka
Hari-hari penuh kebosanan
Diruntuhkan dirmah-rumah
Para penyair hilang makna
Aku lihat cakar hitammu
Siap menerkam
Gedung yang tumbuh
Dikota yang angkuh
PARA PEMAIN :
Sri Wahyuni (BU UYUN)
Benni
Wanto
Irfan
Agung
Dewi Musdalifah (acak dewi) pernah menjadi bagian dari kelompok CAGER, baik dalam proses penggarapan naskah drama ataupun tulisan-tulisan puisinya. Ibu dengan 3 anak ini aktifitasnya sekarang sebagai tenaga pengajar di SMU Muhammadiyah 1 Gresik. Belakangan juga mulai membangun blonya sendirihttp://acakdewi.blogspot.com/

AIR YANG MENGALIR
Aku menemukan getaran cinta
Lewat mimpi kehilangan
Kelembutannya merasuk jaringan syaraf
Menebarkan keharuman yang melumpuhkan

Langit saga semburatkan pilu
Jalanan berbatu,sarat beban
Tak tajam namun menjebak

Lelehan darah, keringat dan airmata
Menyirami tunas yang tumbuh.
Kasihnya dititipkan dalam detak jantung
Tak berhenti kecuali mati

Kata yang mengharu biru
Lahir dari rahim ketulusan
Tiga kata yang sedehana
Memahat tapaknya dalam jiwa
Ibu.

Gresik,2008
Acak dewi
Kala itu
Aku saksikan kebesaranMu melalakku
Padahal biasanya, ingkar yang menyamar
Akrab selalu berbisik mesra di telinga
Aku digetar cinta yang membahana
Disemi ampunan yang tiba-tiba menyeruak
Antara alpa, dosa dan khianat
Antara alpa, dosa dan khianat,
Maka bertanyalah hatiku ;
Kini dimana kau kan berpijak ?
Kini kepada siapa kau berseru ?
Kini suara apa yang kau teriak ?
Kini kau sedang menuju
Robmu yang Maha Agung
Hingga getarannya tak mungkin lagi terkhianati,
Maka ketika manusia bicara setia,
Kini dimanakah ia ?
Maka ketika manusia bicara cinta,
Apakah benar adanya ?
Bukankah Akulah sang Cinta
Bukankah Akulah sang Setia
Bukankah Akulah sang Maha
Maka apakah kau wahai manusia
Bukankah banyak sudah Kuasa
Aku ceritakan lewat bencana dan derita saudara-saudara kalian
Bukankah Cinta dan Setia selalu aku ceritakan lewat tragedy demi tragedy
Dari masa ke masa
Maka siapakah kau manusia
Hingga semena-mena menampar muka Kuasa sang Maha
Maka rasalah cinta dan setia yang kau janji-janjikan manusia, kini hadapkanlah padaKu
Sang Maha Cinta, Sang Maha Setia
Ruh Ila Ruh
S.A. 07/01/05 (lagi…)

DI ATAS AKAR

Di pujuk pinang bergelayut impian
Kanan cahaya menggugah, Kiri api membakar
Aku diatas akar tak mampu memandang keduanya
Diganduli gumpalan tanah, Aku merangsek menaikinya
Batang rapuh dilumuri jelagah dosa, persengkokolan nafsu yang terpeluk erat
Merambat seperti bayi mencari celah, dalam bayang cermin, wajahku menghitam.
Mimpi kubasuh jelaga dengan warna putih, memutari mata, hidung, pipi dan terakhir garis bibirku.
Terus kukejar makna, pelabuhan cahaya mendekatlah ,aku ingin berenang meneguk airnya dalam kerongkongan, kusimpan dalam labirin, tak akan tumpah lagi
Gejolak menjemput dan mengikat alunan surgawi.
Kupanjat dengan kekuatan air mata, mengucur, menghalau kekuatan jahat,
Buah pinang yang memerah akan kuluruhkan.
Dari tulang rusuk ini aku memompa darah
Tersungkur tubuh membenamkan arogan
Kaki amblas ditarik kekuatan bumi
Samudra sampai…sampailah aku padamu
Hingga hanyut mengantarku pada pucuk pinang
Yang berhadiah cahaya
Subhanallah, Allah Maha Kasih.
Gresik, 2008
Acak dewi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar